Relief Ramayana pada candi Prambanan
Dari India
Rāmâyaṇa merupakan bahasa Sansekerta, gabungan kata Rāma (Rama) dan Ayaṇa (Perjalanan). Kitab ini berisi epos atau cerita kepahlawanan. Berasal dari India dan dikarang oleh Walmiki sekitar tahun 400 sebelum Masehi. Isi kitab terdiri atas tujuh jilid (kanda) dan digubah dalam bentuk syair sebanyak 24.000 seloka.
Ketujuh kanda itu adalah: (1) Bala-kanda, menceritakan tentang raja Dasaratha yang beranak Rama, Bharata, serta Laksmana dan Satrugna; (2) Ayodhya-kanda, menceritakan perjalanan Rama, Sita (Sinta), dan Laksmana di hutan; (3) Aranya-kanda, menceritakan penculikan Sita oleh raksasa jahat bernama Rahwana dan pertolongan burung garuda bernama Jatayu; (4) Kiskindha-kanda, menceritakan penggempuran Kiskindha oleh Rama dan pasukan kera pimpinan Sugriwa; (5) Sundara-kanda, menceritakan upaya Hanoman menemukan Sita; (6) Yuddha-kanda, menceritakan pertempuran dahsyat Rama dengan Rahwana; dan (7) Uttara-kanda, menceritakan lanjutan riwayat Rama dan kembalinya Rama ke kahyangan sebagai Wisnu.
Dalam agama Hindu, Wisnu adalah dewa yang memelihara dan melangsungkan alam semesta. Sebagai penyelenggara dan pelindung dunia, dia digambarkan setiap saat siap untuk memberantas semua bahaya yang mengancam keselamatan dunia. Untuk keperluan ini, Wisnu turun ke dunia dalam bentuk penjelmaan yang sesuai dengan macamnya bahaya. Penjelmaan Wisnu itu disebut awatara. Mula-mula jumlah awatara banyak sekali, namun kemudian menjadi sepuluh. Sembilan di antaranya telah terjadi, sedangkan yang kesepuluh belum. Awatara Wisnu yang berhubungan dengan Ramayana adalah awatara ketujuh, yakni Rama-awatara (Soekmono, 1973).
Jawa Kuno
Kisah Rāmâyaṇa muncul dalam banyak versi. Selain di Indonesia, kisah sejenis muncul di Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, Cina, Filipina, dan Thailand. Di Indonesia kitab Rāmâyaṇa telah disadur ke dalam bahasa Jawa kuno (Kawi) dalam bentuk kakawin. Kemungkinan besar dilakukan pada zaman kerajaan Mataram kuno abad ke-9. Bahasa dalam kakawin Rāmâyaṇa dinilai indah sekali. Sekurangnya ada tiga versi Rāmâyaṇa, yakni kakawin, relief candi, dan cerita drama.
Berbagai cerita Rāmâyaṇa di Indonesia diketahui bersumber pada Rāmâyaṇa Walmiki. Para pengarang Indonesia memang sengaja membuat perbedaan agar cerita Rāmâyaṇa cocok dengan alam pikiran dan tata nilai bangsa Indonesia. Penyimpangan cerita Rāmâyaṇa dalam kebudayaan tradisional Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, berkaitan dengan tradisi sanggit. Sanggit adalah penyusunan suatu cerita yang telah dikenal secara khas, yang dilakukan oleh seorang seniman atas dasar pandangan hidup, pendirian, selera, maupun tujuan-tujuan tertentu yang mungkin dimiliki seniman tersebut dalam menampilkan suatu cerita (Moehkardi, 2011).
Cerita Rāmâyaṇa versi Jawa yang paling populer di kalangan rakyat adalah Serat Rama karya Jasadipura I (1729-1802). Dia seorang pujangga istana Surakarta. Sendratari Rāmâyaṇa yang dikenal sekarang, menggunakan Serat Rama sebagai sumber cerita.
Relief Candi
Sebagai relief candi, cerita Rāmâyaṇa dipahatkan pada candi Prambanan (abad ke-9) dan candi Panataran (abad ke-14). Dari kedua candi, relief pada candi Prambanan lebih utuh keberadaannya daripada candi Panataran. Pada candi Prambanan, relief Rāmâyaṇa dipahatkan pada pagar langkan bagian dalam candi Siwa dan candi Brahma. Relief tersebut terbagi dalam panel-panel, masing-masing 24 panel pada candi Siwa dan 30 panel pada candi Brahma. Setiap panel dipisahkan oleh pahatan pilaster. Kadang-kadang sebuah panel memuat lebih dari satu adegan.
Relief di candi Prambanan menampilkan Sinta tengah diculik Rahwana yang menunggangi raksasa bersayap, sementara Jatayu di sebelah kiri atas mencoba menolong Sinta
(Foto: id.wikipedia.org)
Relief Rāmâyaṇa dimulai dari candi Siwa dengan urutan cerita berawal dari sebelah kiri pintu masuk sisi timur, berjalan searah jarum jam, dan berakhir di sebelah kanan pintu masuk sisi timur. Dilanjutkan di candi Brahma dengan dengan urutan seperti di candi Siwa, mulai dari sebelah kiri pintu masuk dan berakhir di sebelah kanan pintu masuk (Moertjipto dkk, 1991).
Mangkuk Rāmâyaṇa
Rāmâyaṇa menjadi inspirasi bagi seniman-seniman kuno. Selain candi, mereka menorehkan gambar Rāmâyaṇa pada sebuah mangkuk emas yang berasal dari situs Wonoboyo, Jawa Tengah. Mangkuk ini berlekuk enam, menggambarkan penculikan dewi Sita oleh Rahwana. Maka mangkuk ini dikenal dengan sebutan mangkuk Rāmâyaṇa. Relief-relief tersebut dibuat dengan teknik solder dan teknik tempa.
Mangkuk Ramayana koleksi Museum Nasional
Pembuatannya sangat halus dan indah sehingga mangkuk ini merupakan benda paling bernilai estetika tinggi di antara temuan-temuan Wonoboyo. Ukuran mangkuk adalah panjang 28,8 cm, lebar 14,4 cm, dan tinggi 9,3 cm, berasal dari awal abad ke-10. Sekarang menjadi koleksi Museum Nasional Indonesia.
\
Sendratari Ramayana
Beberapa babak maupun adegan dalam Rāmâyaṇa dituangkan ke dalam bentuk lukisan, bahkan diangkat ke dalam budaya pewayangan dan pertunjukan kesenian, semisal sendratari Ramayana di candi Prambanan. Sendratari ini merupakan sebuah pementasan cantik yang menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama, dan musik dalam satu panggung. Kesenian ini sudah banyak ditonton oleh wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara.
Di dalam sendratari tidak ada dialog, hanya tembang dalam bahasa Jawa dari sinden untuk menggambarkan jalan cerita. Selain itu, ada atraksi permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat dalam beberapa adegan yang menegangkan. Gerak penarinya sangat memukau dengan kelincahan sekaligus gemulai bak penari balet. Tata panggung dan tata cahaya dibuat indah. Cerita dirangkum dalam empat babak, yaitu penculikan Sinta, misi Hanoman ke Alengka, kematian Rahwana, dan pertemuan kembali antara Rama – Sinta.
Sejarah Sendratari Ramayana
Sendratari Ramayana dipentaskan sejak 28 Juli 1961. Penggagasnya adalah Letjen TNI (Purn.) GPH Djati Kusumo. Pementasan dilakukan di panggung terbuka sebelah selatan candi Prambanan. Saat itu bertujuan agar menjadi sebuah daya tarik wisata. Apalagi Presiden Soekarno sendiri ingin membawa Ramayana Prambanan ke pentas dunia. Pada masa Presiden Soeharto (1989), diresmikan panggung utama di candi Prambanan untuk pementasan.
Hingga saat ini Sendratari Ramayana Prambanan telah meraih berbagai penghargaan internasional. Hal ini membuktikan bahwa keinginan Presiden Soekarno untuk membawa salah satu budaya Indonesia pada kancah yang lebih tinggi telah terwujud.
Inspirasi Soekarno
Presiden Soekarno sangat terpesona oleh Ramayana. Terutama dengan salah satu tokohnya, Jatayu. Beliau sangat mengagung-agungkan sosok berwujud burung garuda itu. Maka atas inspirasi Soekarno, perusahaan penerbangan pertama Indonesia diberi nama Garuda.
Coretan tangan Soekarno tentang Ramayana (Foto: istimewa)
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio. Dia ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara.
Setelah beberapa kali mengalami perubahan, pada 20 Maret 1950 bentuk akhir gambar lambang negara Garuda Pancasila mendapat disposisi Presiden Soekarno. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara dengan menambahkan skala ukuran dan tata warna. Lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung pada 18 Juli 1974. Sedangkan lambang negara berdisposisi Presiden Soekarno dan foto lambang negara, yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950, disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dalam mitologi kuno, Garuda adalah lambang dunia atas, matahari, dan pengusir kegelapan. Tokoh Garuda memiliki arti simbolis, menggambarkan sifat ketangkasan, melayang tinggi, dan kedahsyatan. Karena itu Garuda sering kali dihubungkan dengan berbagai prinsip keagamaan, sebagai kekuatan yang membawa hidup sekaligus mempertahankan hidup.
Inspirasi Karya
Bukan hanya pada masa lampau, pada zaman modern pun Ramayana banyak memberikan inspirasi karya kepada para pengrajin dan seniman. Mereka banyak menghasilkan ukiran kayu sebagai benda dekorasi dengan motif Ramayana. Lukisan bertema Ramayana dengan berbagai gaya pun banyak dibuat oleh pelukis Indonesia. Minat masyarakat kepada tema-tema Ramayana tentu saja akan menghidupkan sektor ekonomi dan budaya. Bahkan ikut melestarikan kebudayaan lama untuk diperlihatkan kepada generasi sekarang dan generasi mendatang. (berbagai sumber/Djulianto Susantio)
Sumber: https://hurahura.wordpress.com/2012/10/26/ramayana-dari-sansekerta-menjadi-jawa-kuno/
Hits: 4