Bicara tentang cinta, menurutmu sendiri apa itu cinta?

Apakah perasaan yang kita berikan kepada kekasih kita?
Apakah kasih yang diberikan orang tua kepada kita?
atau mungkin loyalitas suatu masyarakat kepada negaranya?

Sudahkah kita benar benar memahami, maksud dari kata yang maha dahsyat, benarkah perasaan yang kita prasangkakan sebagai cinta selama ini, adalah benar benar cinta yang otentik?

๐—”๐—ฝ๐—ฎ ๐—œ๐˜๐˜‚ ๐—–๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ ?

Mungkin banyak dari kita yang tatkala mendengar kata “cinta” masuk ke gendang telinga, langsung membayangkan tentang romansa muda mudi yang saling berbagi perasaan, seperti halnya yang digambarkan oleh Shakespeare dalam kisah Romeo dan Juliet atau tentang bagaimana Jack menunjukkan cintanya kepada Rose dengan membiarkan Rose mengapung di atas papan kayu dan merelakan dirinya tenggelam.

Jika kita selama ini hanya melihat cinta hanya dari hal hal seperti di atas, sebenarnya pengetahuan kita begitu dangkal mengenai cinta.

Cinta sendiri adalah anugerah yang diberikan oleh tuhan ke dalam diri tiap insan, yang kemudian memunculkan dorongan/aksi kepada suatu objek berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, ingin melindungi, patuh dll
atau secara singkat Cinta dapat dimaknai sebagai penyaluran perasaan seseorang terhadap suatu objek (dapat berupa orang lain, benda, ideologi, kepercayaan, dll)

Secara Terminologi, cinta dapat terbagi menjadi 4 bagian, yakni Eros, Philia, Agape dan Storge.

Eros, Cinta yang lebih cenderung kepada hal hal romansa, asmara dan nafsu
Philia, Teman teman atau sahabat sahabat dekat atau lebih dikenal jalinan persahabatan
Agape, Cinta antara tuhan dan makhluknya atau cinta yang tanpa perhitungan
Storge, Cinta kasih naluriah atau yang terjalin akibat hubungan darah, seperti cinta orang tua kepada anaknya.

๐—–๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ ๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ ๐—ธ๐—ฎ๐—ท๐—ถ๐—ฎ๐—ป ๐—ณ๐—ถ๐—น๐˜€๐—ฎ๐—ณ๐—ฎ๐˜

Dalam sejarah peradaban manusia, cinta telah lama menjadi bahan perbincangan para pemikir pemikir dahulu. Cinta timbul sebagai masalah yang semakin diuraikan maka semakin kompleks pula permasalahan di dalamnya. Tentang dari mana asalnya cinta dan apakah Ia bisa pergi dan menghilang. Serta hal hal lain terkait pemaknaan cinta.

๐—–๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ ๐—ฃ๐—น๐—ฎ๐˜๐—ผ

Menurut Plato, Cinta adalah sebuah kekuatan. Ia yang menggerakan jiwa untuk selalu mengarah pada sang idea. Cinta menggerakkan jiwa jiwa manusia untuk berkelana, mencari pasangan jiwanya untuk kemudian kembali kepada satu kesatuan asli. Menurut kodratnya manusia digerakkan oleh Cinta untuk bersatu.

Plato melihat bahwa manusia-manusiaย terbaik adalah mereka yang memiliki Cinta di dalam dirinya. Sebagaimana ia membagi fungsi jiwa manusia ke dalam 3 bagian: epithumea (nafsu makan, minum, seks), thumos (afeksi, rasa, semangat, agresi) dan logistikon (berpikir), Plato mengelompokkan manusia terbaik sebagai manusia yang mencintai kebijaksanaan (philosopos). Plato meyakini bahwa Cinta yang menggerakkan manusia terbaik ini untuk mencari apa yang terbaik bagi dirinya, yaitu kebijaksanaan. Cinta memang menggerakkan manusia untuk menemukan hal terbaik bagi hidupnya.

๐—ข๐—ป๐˜๐—ผ๐—น๐—ผ๐—ด๐—ถ ๐—–๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ ๐—ฃ๐—ฎ๐˜‚๐—น ๐—ง๐—ถ๐—น๐—น๐—ถ๐—ฐ๐—ต

Dalam pandangannya, Paul Tillich melihat Cinta pertama tama sebgai sebuah “Kekuasaan yang menggerakkan kehidupan”. Cinta menjadi semacam motor utama yang menggerakkan roda kehidupan. Kehidupan sendiri merupakan sebuah aktualitas. Kehidupan tidak berada dalam ranah โ€œmayaโ€ melainkan โ€œnyataโ€. Oleh Paul Tillich, frasa-frasa di atas menunjukkan bagaimana hakekat ontologis dari Cinta. Ada (kehidupan) tidak akan menjadi aktual tanpa Cinta yang mendorong suatu ada pada ada yang lainnya. โ€œAdaโ€ menjadi semacam โ€œTidak Pernah Adaโ€ tanpa Cinta.

Paul Tillich kemudian melihat bahwa segala yang Ada ini pada mulanya satu di dalam Cinta. Cinta adalah pengikat yang menjadikan segala yang Ada ini satu dan utuh. Dengan demikian, hakekat dari Cinta adalah mempersatukan apa yang pada mulanya sudah satu dan utuh. Cinta tidak mempersatukan apa yang sejak semulanya terpisah. Artinya, Cinta bukanlah dia yang memungut segala โ€œbendaโ€ yang secara esensial terpisah lalu kemudian menjadikannya satu laiknya sesuatu yang sejak awal adalah satu. Apa yang secara esensial terpisah tak bisa dijadikan satu. Cinta hanya menyatukan apa yang sejak awal berasal dari satu kesatuan asali.

๐—”๐—ฝ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ต ๐—–๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ ๐—ต๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—บ๐—ถ๐—น๐—ถ๐—ธ ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐˜‚๐˜€๐—ถ๐—ฎ ?

Setelah membaca beberapa penjelasan di atas, seringkali diungkapkan bahwa cinta seringkali terkorelasi dengan jiwa. Sesuatu yang disadari oleh manusia sebagai kawasan ruhaniah oleh manusia. Jika demikian apakah makhluk lain seperti binatang, juga mengenal yang namanya cinta.

Cinta muncul dalam diri manusia atas dasar adanya kesadaran terhadap jalinan atau hubungan pada suatu objek yang membuat bagi manusia ini sendiri terasa dekat, yang kemudian memberikan stimulus kepada otak untuk kemudian timbul perasaan perasaan, kasih, sayang, patuh, pengorbanan terhadap objek yang bersangkutan.

Lantas, bagaimana kaitannya dengan hewan yang dalam hidupnya tidak berlandaskan akal, fenomena seperti induk burung yang mencari makan untuk anaknya atau rasa sedih induk kucing yang kehilangan anaknya dapat disebut sebagai cinta?

Merujuk pada pemikiran Aristoteles bahwa binatang disebut binatang karena adanya jiwa instingtif di dalamnya (jiwa sebagai pembentuk kehidupan.)

Jadi, apa yang kita lihat sebagai fenomena cinta pada binatang sebenarnya bersifat instingtif dan non rasional.

 

 

https://free.facebook.com/story.php?story_fbid=142041715038082&id=100076967622623&refid=17

Hits: 0

News Reporter